Selasa, 19 April 2011

Menghindari Efek Resesi Ekonomi AS

KIAT

Kompas, Senin, 13 September 2010 | 03:11 WIB

Tidak meledak seperti bom yang langsung melumatkan segala hal yang ada di sekitarnya, demikianlah resesi ekonomi tidak terlihat secara kasatmata. Karena tidak meledak, perhatian awam soal dampak resesi tidak terlalu besar.
Akan tetapi, resesi ekonomi Amerika Serikat (AS) kali ini tidak bisa diremehkan. Utang negara AS sudah melebihi 13 triliun dollar AS, melampaui nilai produk domestik bruto (PDB) AS.
Kehidupan ekonomi AS juga berjalan lebih karena dukungan modal investasi asing. Akan tetapi, jika ditilik lebih jauh, angka pengangguran di AS sudah mencapai 9,6 persen. Ini berarti sekitar 30 juta warga AS berstatus pengangguran.

Ekonomi AS memang sedang memudar pamornya. Ini ditandai dengan bank-bank yang terus bertumbangan, lebih dari 100 bank per tahun sejak 2008.
Dengan kondisi seperti ini, wajar bila diingatkan bahwa memegang aset-aset berdenominasi dollar AS relatif tidaklah aman. Setidaknya, kurs dollar AS terus merosot terhadap euro sejak euro diluncurkan tahun 1999.
Demikian pula surat-surat berharga terbitan lembaga keuangan AS, bisa dikatakan tidak aman. Sudah cukup banyak korban di seluruh dunia yang mendadak bangkrut karena memegang surat-surat berharga terbitan AS.
Ini sudah terjadi di Hongkong, Singapura, dan juga warga Indonesia, setidaknya akibat bangkrutnya Lehman Brothers tahun 2008 lalu.
Ada saja hal yang masih menguntungkan dengan memegang produk-produk investasi terbitan AS, tetapi itu hanyalah bisa didapatkan oleh mereka yang menguasai liku-liku pasar yang sarat spekulasi.
Bagi warga kaya dengan investasi jangka panjang, termasuk warga Indonesia, yang sudah terkenal sebagai salah satu pelanggan Merrill Lynch, kemerosotan ekonomi AS harus diwaspadai.
Istilahnya, lebih bagus menanamkan dana di negara-negara dengan perekonomian lebih solid, walau dengan keuntungan relatif kecil, asal jangan hangus mendadak seperti kertas sampah yang tidak berharga.
Sudah banyak bukti orang yang stres, mendadak bunuh diri karena kebangkrutan, akibat resesi ekonomi AS. Tulisan ini tentu bukan untuk menakut-nakuti, melainkan hanya sebagai peringatan yang relatif layak dipertimbangkan, terutama bagi mereka yang berduit banyak.(MON)

Tidak ada komentar: