Sabtu, 16 April 2011

Merawat Islam Indonesia

Kompas, Kamis, 11 November 2010 | 03:02 WIB

Abd A’la
Dalam Annual Conference on Islamic Studies X, 1-4 November 2010 di Banjarmasin, tema ”Reinventing Indonesian Islam” diusung untuk meneguhkan kembali wajah Islam Indonesia.
Sumbangsih masyarakat Muslim dalam melawan penjajah, membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan NKRI merupakan realitas yang tak terbantahkan. Dalam memainkan peran itu, mereka tak bisa dilepaskan dari motivasi agama. Islam jadi dasar untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan. Islam pula yang mengantar mereka kepada komitmen meneguhkan kemerdekaan dalam bingkai NKRI.

Dalam perspektif Muslim Indonesia, agama tidak dibaca dan dihadirkan sebagai ideologi teistik yang dipertentangkan dengan nasionalisme dan sejenisnya. Agama lebih bersifat rujukan moral luhur transformatif yang menjadi pijakan kokoh dalam menyapa realitas kehidupan secara arif, dewasa, dan kreatif.
Islam Indonesia
Keberagamaan dalam keislaman Indonesia merujuk pada ajaran dan nilai Islam universal. Namun, berbeda dengan Islam di sebagian dunia, ajaran dan nilai Islam dikontekstualisasikan dalam waktu dan ruang kesejarahan Indonesia. Pesan ilahi dalam Al Quran yang bersifat metahistoris dan absolut, serta risalah agama dalam Sunah Rasul, ditangkap makna, visi, dan misinya, kemudian didialogkan dengan kehidupan konkret masyarakat.
Sejalan dengan itu, intelektual Muslim hadir dalam dialog sehingga keagamaan yang dianut masyarakat lekat dengan nuansa yang kaya perspektif, bertumbuh, mencerahkan, apresiatif tetapi tetap kritis, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara teologis dan kemanusiaan.
Nuansa semacam itu merupakan karakter Islam Indonesia dan mengantarkan masyarakat Muslim Indonesia pada kemampuan untuk membedakan, sekaligus mengaitkan Islam normatif (dalam bentuk ajaran Al Quran dan Sunah Nabi) dengan realitas historis melalui pemaknaan interpretatif yang otoritatif.
Kapabilitas keagamaan ini meletakkan mereka dalam posisi strategis sebagai khalifah Allah yang harus menerjemahkan pesan-pesan agama ke dalam realitas kehidupan yang terus berubah. Muslim Indonesia mampu berdialog dengan keragaman tradisi dan budaya di sekitarnya.
Dalam perspektif Islam Indonesia yang mengacu kepada sumber autentik, Al Quran, adanya keragaman merupakan sunnatullah, hukum alam yang telah ditentukan Allah. Oleh karena itu, tidak ada satu orang atau satu kelompok pun yang dapat menolak, mengabaikan, apalagi menghancurkan sunnatullah. Melalui keragaman tekad membangun kehidupan ditegakkan.
Sejarah menunjukkan mayoritas Muslim Indonesia selalu berada di garda depan membangun kemaslahatan bersama dalam bingkai nasionalisme.
Merawat keindonesiaan
Akhir-akhir ini Islam Indonesia yang menyejukkan mulai tercemar. Masuknya Islam transnasional yang menolak lokalitas menorehkan noda hitam di atas kearifan Islam Indonesia. Jika dibiarkan, militansi Islam transnasional bisa menghancurkan karakteristik Islam Indonesia.
Pada akhir konferensi, peserta sepakat mengapresiasi Islam lokal. Untuk itu, perguruan-perguruan tinggi Islam mengingatkan kembali agar kajian Islam lokal masuk kurikulum. Dari sini Islam Indonesia dapat berperan signifikan menyapa keragaman dan menautkannya untuk menyongsong tantangan secara bertanggung jawab.
Abd A’la Guru Besar Sejarah Pemikiran Islam, IAIN Sunan Ampel Surabaya

Tidak ada komentar: