Sabtu, 16 April 2011

Banyak Hal Baik di Dalam Istana Dinegatifkan di Luar

ORANG DALAM ISTANA
Kompas,  Kamis, 26 Agustus 2010 | 03:43 WIB

Di suatu tempat tidak jauh dari kompleks Istana Kepresidenan di sebelah utara Tugu Monas, Jakarta, Rabu (25/8) malam, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi dan Politik Daniel Sparringa duduk santai minum air putih bersama wartawan.
Sosiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, ini seorang pendengar yang baik. Ia tak banyak mengeluarkan kalimat apologi atau pembelaan naif tentang berbagai macam kritik yang disampaikan ke Istana.
”Silakan, Mas, kalau ada unek-unek (keluhan), mungkin saya bisa menyampaikan kepada yang berwenang di Istana atau mungkin kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” ujar pengamat politik yang sebelum ini banyak menulis artikel di sejumlah surat kabar di Jakarta dan Surabaya itu.

Sekarang Mas Daniel berubah, tidak pernah bicara atau menulis tentang situasi sosial di negeri ini? ”Memang selama sembilan bulan ini saya menempatkan diri sebagai juru dengar dan juru amat atau pengamat saja. Akan tetapi, mungkin saat ini rasanya sudah waktunya saya akan bicara juga kepada teman-teman wartawan,” ujar lulusan S-3 Flinders University, Australia (1997), itu.
Menurut orang Sidoarjo, Jawa Timur, ini, selama sembilan bulan terakhir ini, kesenjangan antara apa yang diperbuat Istana dan asumsi sebagian orang atau sebagian pekerja media massa cukup menganga. ”Banyak kebijakan dan apa yang diusahakan oleh pusat pemerintahan Indonesia ini tersebar negatif di luar Istana,” ujar Daniel.
Ketika berbincang-bincang dengan orang yang sering membuat konsep untuk pidato presiden ini, angan-angan wartawan melayang pada seorang wanita bermata belok indah yang baru-baru ini mewawancarai orang-orang yang pernah bergaul dengan suasana Istana dalam acara ”Di Balik Tirai Istana”. Dia adalah Najwa Shihab. ”Saya kenal Pak Daniel. Dia adalah salah satu sisi positif Istana, terbuka, mudah dihubungi, dan bisa menjelaskan masalah secara runut dan amat jelas,” ujar Najwa.
Titik harapan
Lamunan tentang Najwa terpotong ketika Daniel bicara tentang sosok Presiden Yudhoyono yang sekarang dia kagumi dan merupakan salah satu titik harapan memperbaiki negeri ini. ”Saya akan memastikan Istana untuk membangun komunikasi yang lebih human antara media massa dan Presiden. Mungkin dari hal-hal kecil yang kelihatannya remeh atau membuang waktu, tetapi bisa meletakkan proporsinya,” ujarnya.
Tentang SBY, Daniel mengatakan, ”Saya pernah bicara dengan seorang profesor sosiologi yang mengatakan, SBY ini punya pemikiran sosiologis yang sangat mengesankan dan menawan....” (OSD)

Tidak ada komentar: