Kompas, Kamis, 9 September 2010 | 04:43 WIB
Eko Prasojo
Bagi umat Islam, Idul Fitri merupakan momentum untuk memperbarui hidup. Bukan saja bagi hamba-hamba Allah secara individual, melainkan secara kolektif bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Jika setiap Muslim menyadari betapa pentingnya stasiun Ramadhan yang telah berlalu bagi pengembangan keimanan, ibadah, dan akhlak, niscaya sebagian dari persoalan berbangsa dan bernegara dapat terselesaikan.Memperbarui hidup merupakan kewajiban setiap Muslim. Kewajiban ini terletak pada dua aras. Pertama, secara alami manusia adalah makhluk yang membutuhkan pembaruan-pembaruan dalam hidupnya. Keinginan untuk membuka lembaran baru pada setiap fajar tiba adalah sesuatu yang lahir karena fitrah manusia.
Kedua, kewajiban untuk memperbarui hidup merupakan perintah Allah SWT dan sunah Rasulullah Muhammad SAW, yang merupakan harapan yang diberikan Allah kepada manusia untuk tidak berputus asa atas pengampunan Allah terhadap dosa-dosa dan kesalahan yang dilakukan oleh hamba-Nya. Ampunan Allah kepada hamba-Nya sangatlah luas.
Pada sisi lainnya, kewajiban untuk memperbarui hidup ini sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Seorang Muslim bahkan tidak boleh pesimis apalagi putus asa atas rahmat Allah dalam setiap langkah kehidupannya. Ampunan dan rahmat Allah sangat luas, dan menanti manusia untuk memohon kepada-Nya.
Memperbarui negara
Negara adalah cerminan pemimpin dan masyarakatnya. Keberhasilan suatu negara, tidak saja ditentukan oleh kemampuan akal untuk melakukan perubahan sistem ekonomi, politik, hukum, sosial, administrasi, dan pemerintahan, tetapi juga sangat ditentukan oleh jiwa dan akhlak para pemimpin dan rakyatnya. Karena itulah, kebangkitan Indonesia dari segala persoalan yang saat ini dihadapi tidak boleh hanya didasarkan pada kekuatan akal pikiran manusia, tetapi harus diiringi oleh rahmat Allah SWT.
Tidak heran jika Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga juga mencantumkan pernyataan para pendiri negara tentang dukungan Allah atas kemerdekaan Indonesia: ”Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Adalah suatu kemustahilan bahwa perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia pada masa penjajahan hanya semata-mata didukung oleh kekuatan fisik tanpa pertolongan dan rahmat Allah.
Idul Fitri adalah momentum untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Indonesia akan makna penting kemerdekaan yang telah berumur 65 tahun. Kemerdekaan Indonesia harus memberikan kesejahteraan, keadilan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya, dan bukan hanya kekayaan kepada segelintir orang. Sulitnya Indonesia untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa dan negara serta bangkit menjadi negara besar bisa jadi karena telah hilangnya rahmat Allah, bukan saja kepada para pemimpinnya, melainkan juga rakyatnya.
Rahmat Allah yang hilang karena kehidupan para pemimpin dan rakyat Indonesia tidak lagi memiliki keimanan kepada Allah. Islam hanya dipahami secara ritual budaya, tetapi nilai-nilainya tidak terefleksi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kembalinya tiap-tiap diri Muslim menjadi fitrah pada tanggal 1 Syawal tahun ini hendaklah menjadi fondasi bagi pembaruan negara Indonesia. Negara pada dasarnya kumpulan dari jiwa-jiwa manusia. Jika tiap-tiap jiwa Muslim tunduk pada nilai-nilai Islam, hal ini akan menjadi modal dasar bagi kebangkitan Indonesia. Dilakukannya berbagai ibadah wajib ataupun sunah pada bulan Ramadhan yang akan segera berlalu harus dapat mengembalikan jiwa Muslim pada fitrahnya. Fitrah untuk menjadikan hidupnya sebagai bekal kehidupan akhirat kelak, fitrah untuk memberikan kebaikan kepada sesama manusia, fitrah untuk senantiasa memperbarui hidupnya, serta bagi kehidupan individu, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Idul Fitri harus memberi makna bukan saja secara individual bagi umat Islam, melainkan juga secara kolektif bagi kebangkitan negara Indonesia. Hal ini sesuai dengan kaidah dasar Islam yang memberikan rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan lil alamin). Sebagai negara yang mayoritas penduduknya Muslim, keberadaan Islam hanya bisa dirasakan jika terdapatnya rahmat sumber-sumber kekayaan negara bagi seluruh rakyat Indonesia. Seorang pemimpin yang berkarakter Islam, tidak akan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, tidak akan membiarkan korupsi merajalela, dan seorang pemimpin berkarakter Islam tidak akan membiarkan rakyatnya hidup berkesusahan. Seorang pemimpin Muslim akan menjunjung tinggi keadilan, memajukan kesejahteraan, dan kemakmuran bagi rakyatnya.
Akhirnya, momentum Idul Fitri tahun ini harus dapat memberikan kesadaran kepada umat Islam untuk segera menghindarkan diri dari dicabutnya rahmat Allah kepada negeri tercinta ini.
Kebinasaan kaum-kaum terdahulu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat yang telah Allah syariatkan. Dalam bahasa ilmiah populer, mari kita jadikan momentum Idul Fitri untuk mencegahnya terjadinya kebinasaan Indonesia sebagai negara yang gagal (failed state). Semoga.
Eko Prasojo Guru Besar dan Ketua Program Pascasarjana Ilmu Administrasi FISIP UI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar