Sabtu, 30 April 2011

Sinergi Menuju Kemitraan Cerdas

PEMBANGUNAN CHINA-TAIWAN

Kompas, Senin, 27 September 2010 | 03:31 WIB
Rene L Pattiradjawane
Konghucu (551-479 sebelum Masehi) pernah berkata, ”Tidak menjadi persoalan seberapa lambat kita berjalan, selama kita tidak berhenti.” Ungkapan 2.500 tahun lalu ini cocok dengan Republik Rakyat China, negara yang terus bergerak menjalankan berbagai program pembangunan ekonomi, aktivitas perdagangan, dan terus mengangkat persoalan kemiskinan rakyatnya.
Kita menyaksikan China mengukir dirinya melaksanakan proses industrialisasi tanpa preseden sebelumnya, berbeda dengan industrialisasi yang terjadi di Eropa atau AS. China membangun berbagai pabrik dalam skala monumental memproduksi barang-barang ekspor maupun konsumsi lokal.
Tahun 2008, produk domestik bruto (GDP) China mencapai 4,404 triliun dollar AS dan ekspornya mencapai 1,43 triliun dollar AS. Sejak tahun 2000, China mengalami kemajuan yang sangat dramatis di beberapa sektor industri.

Bermitra dengan Taiwan, China siap bersaing kuat untuk pangsa pasar di beberapa pasar global strategis serta mempertahankan kontrol atas pasar domestik. Pada saat bersamaan, semua bangsa yang bersaing dengan China juga menjalankan strategi defensif dan ofensif. Mereka akan mencoba melindungi pasar dalam negeri mereka ketika mencoba mendapatkan pangsa di pasar luar negeri. Amerika Serikat dan negara-negara lain akan berusaha mendapatkan akses terbuka untuk segmen pasar China.
China dan Taiwan bulan Juli lalu menciptakan kesepakatan Perjanjian Kerangka Kerja Kerjasama Ekonomi (ECFA) yang berfungsi seperti perjanjian perdagangan bebas karena kesepakatan ini berperan mengurangi dan mengeliminasi hambatan-hambatan perdagangan.
Kekuatan ekonomi
Memasuki dekade kedua abad ke-21, resesi global memberikan dampak pada China. Namun, China berhasil mengatasi penurunannya lebih baik daripada negara-negara Barat. Salah satu alasannya adalah bahwa China belum dibebani defisit besar atau dipengaruhi secara berlebihan, serta mampu membayar paket stimulus.
Kondisi ini antara lain juga menghadirkan kritik sejumlah negara terhadap China yang dituduh melakukan subsidi ekspor karena tidak melakukan apresiasi atas mata uang yuan. Ada kekhawatiran kombinasi gabungan kekuatan ekonomi dan perdagangan China-Taiwan seperti yang dirumuskan ECFA akan menghadirkan kekuatan ekonomi yang berbeda sama sekali dibandingkan setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Pada tahun 1980, GDP per kapita China setiap tahun tercatat hanya sebesar 300 dollar AS atau kurang dari 86 sen dollar AS per orang. Pada tahun 2008, GDP per kapita dengan asumsi jumlah penduduknya mencapai 1,5 miliar orang mencapai sekitar 3.000 dollar AS atau lebih dari 8 dollar AS per hari per orang.
Pada tahun 1996 tercatat 688 juta orang memiliki pekerjaan atau dipekerjakan. Pada tahun 2008, Biro Statistik Nasional RRC mencatat jumlah ini menjadi 780 juta orang. Lebih dari 100 juta orang dalam kurun waktu 12 tahun memasuki angkatan kerja China dan semuanya dikoordinasi dan dikawal oleh kebijakan pemerintah memperluas basis angkatan kerja, terutama pada industri-industri strategis, seperti otomotif, elektronik, dan farmasi.
Kemitraan cerdas
Sejak kemenangan Kuomintang (Partai Nasional China) di Taiwan, sudah ada kekhawatiran di kalangan para politisi dan pengusaha Taiwan mencari alternatif agar tidak teralienasi dalam globalisasi yang bisa menyudutkan dan merugikan negara pulau yang diklaim RRC dari sistem ekonomi dan perdagangan dunia.
Dalam kurun waktu 5-10 tahun ke depan, dalam lingkungan ekonomi yang kondusif serta pertumbuhan perdagangan kawasan Asia Timur yang dinamis, akan menghadirkan perubahan drastis di bidang industri dan keuangan. Kita sudah melihat adanya kecenderungan beralihnya petrodollar menjadi petroeuros sebagai upaya mengurangi proporsi kepemilikan dollar AS dalam cadangan mereka.
Ini yang menjelaskan kenapa Geely International Corporation di RRC, dengan kapasitas produksi mobil 37.000 unit per tahun, membeli Volvo dari Ford untuk mengubah status kompetitif global perusahaan asal China ini. Dan, itu yang dilakukan Acer Inc asal Taiwan memilih CEO asal Italia untuk membuka peluang yang masif ke pasaran Amerika Utara dan Eropa Barat.
Gabungan China-Taiwan sebagai kekuatan ekonomi dan perdagangan saling menguntungkan perusahaan Taiwan dan China. Taiwan dengan basis industri majunya, China dengan pasaran yang besar dan sumber daya pekerja yang banyak. Sinergi mereka jelas, warisan dan budaya sama yang nantinya akan menentukan implementasi kemitraan yang cerdas.

Tidak ada komentar: