Jumat, 29 April 2011

Wayang dan Jatuhnya Penguasa

MITOS
Kompas, Minggu, 5 September 2010 | 03:29 WIB
undefined
KO M PA S / P R I YO M B O D O
Seri wayang, tahun 1934-1939.


Bagi kolektor, uang juga merupakan saksi sejarah yang memberi gambaran situasi sosial, budaya, dan lingkungan tempat uang itu diterbitkan.
Tahun 1964, misalnya, terbit uang seri sukarelawan. Pada pecahan 5 sen dan 10 sen tertera gambar sukarelawati. Sedangkan pecahan 25 sen dan 50 sen bergambar sukarelawan. Situasi sosial politik Tanah Air saat itu tengah berkobar-kobar. Indonesia tengah berkonfrontasi dengan Malaysia dan rakyat siap menjadi sukarelawan untuk dikirim ke perbatasan.

Dan yang juga menarik adalah penanda tangan pada seri tersebut, yaitu Yusuf Muda Dalam yang saat itu menjabat sebagai Menteri Urusan Bank Sentral yang namanya ramai disebut dalam sejarah.
Arifin sangat menikmati cerita sejarah di balik latar belakang penerbitan uang yang dikoleksinya. Uang seri gambar wayang, misalnya, melalui periode sejarah yang sulit. Uang gambar wayang yang pertama kali diterbitkan Belanda pada 1930-an dihancurkan militer Jepang pada masa pendudukan tahun 1942.
Arifin memiliki koleksi yang cukup lengkap untuk uang bergambar wayang ini. Ketika Jepang berkuasa, pemerintah penjajahan juga menerbitkan uang bergambar wayang. Setelah menerbitkan uang bergambar wayang itu, Jepang kalah dan meninggalkan Indonesia.
Presiden Soekarno yang berkuasa pada masa awal kemerdekaan juga menerbitkan uang bergambar penari Bali yang kemudian diasosiasikan dengan wayang. Uang itu diterbitkan pada 1960. Setelah menerbitkan seri wayang itu Soekarno pun jatuh.
”Jadi ada mitos, penguasa yang menerbitkan uang wayang akan turun takhta he-he...,” kata Arifin.
Sekali lagi, itu hanya mitos. (XAR/IND)

Tidak ada komentar: