Untuk sekadar mengingatkan kembali bagaimana pentingnya kita menghargai sejarah dan benda-benda peninggalan berupa artefak-artefak, candi, prasasti, atau yang lainnya, marilah kita melihat bagaimana Candi Borobudur direkonstruksi sehingga menjadi bangunan yang megah dan termasuk tujuh keajaiban dunia. Untuk mengawalinya kita perlu melihat bagaimana nama dan Candi Borobudur diketahui.
Foto www.jogjawae.com |
Hutan Belukar
Sekira tiga ratus tahun lampau, tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama kalinya, nama Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur. Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat melihat arca seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar. Kemudian pada tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825.
Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi, dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut.
Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk pada nama tempat. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit. Sedangkan Prof. JG. De Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara, atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah leluhurnya.
Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor pengucapan masyarakat setempat.
Dalam pelajaran sejarah, disebutkan bahwa candi Borobudur dibuat pada masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Sedangkan yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani.
Sebelum dipugar, Candi Borobudur berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru ditemukan sekarang ini. Ketika kita mengunjungi Borobudur dan menikmati keindahan alam sekitarnya dari atas puncak candi, kadang kita tidak pernah berpikir tentang siapa yang berjasa membangun kembali Candi Borobudur menjadi bangunan yang megah dan menjadi kekayaan bangsa Indonesia ini.
Pemugaran selanjutnya, setelah oleh Cornelius pada masa Raffles maupun Residen Hatmann, dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan zaman sampai kepada bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia mencoba melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana. Oleh sebab itu, para pemugar harus memiliki sekelumit sejarah agama ini di Indonesia. Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu jalur.
Materi Candi
Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Borobudur mirip bangunan piramida Cheops di Gizeh Mesir. Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jadi kalau rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Sedangkan, tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir.
Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic dan Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Salah satunya yang ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat. Bangunan serupa juga terdapat di Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi Borobudur. Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa.
Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun, termasuk di India. Dan itulah salah satu kelebihan Candi Borobudur yang merupakan kekhasan arsitektur Budhis di Indonesia.
Melihat kemegahan bangunan Candi Borobudur saat ini dan candi-candi lainnya di Indonesia telah memberikan pengetahuan yang besar tentang peradaban bangsa Indonesia. Berbagai ilmu pengetahuan terlibat dalam usaha rekonstruksi Candi Borobudur yang dilakukan oleh Teodhorus van Erp. Kita patut menghargai usaha-usahanya mengingat berbagai kendala dan kesulitan yang dihadapi dalam membangun kembali candi ini.
Sampai saat ini ada beberapa hal yang masih menjadi bahan misteri seputar berdirinya Candi Borobudur, misalnya dalam hal susunan batu, cara mengangkut batu dari daerah asal sampai ke tempat tujuan, apakah batu-batu itu sudah dalam ukuran yang dikehendaki atau masih berupa bentuk asli batu gunung, berapa lama proses pemotongan batu-batu itu sampai pada ukuran yang dikehendaki, bagaimana cara menaikan batu-batu itu dari dasar halaman candi sampai ke puncak, alat derek apakah yang dipergunakan? Mengingat pada masa itu belum ada gambar biru (blue print), lalu dengan sarana apakah mereka itu kalau hendak merundingkan langkah-langkah pengerjaan yang harus dilakukan, dalam hal gambar relief, apakah batu-batu itu sesudah bergambar lalu dipasang, atau batu dalam keadaan polos baru dipahat untuk digambar. Dan mulai dari bagian mana gambar itu dipahat, dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas? Dan masih banyak lagi misteri yang belum terungkap secara ilmu pengetahuan, terutama tentang ditemukannya ruang pada stupa induk candi.
Restorasi di tahun 1974-1983
Harta Karun
Pemugaran selanjutnya dilakukan pada tahun 1973-1983, selang 70 tahun dari pemugaran yang dilakukan van Erp. Pemugaran ini dimaksudkan tiada lain sebagai upaya melestarikan budaya yang tak ternilai harganya. Inilah “harta karun” yang sesungguhnya tak bisa dihargai dengan uang apalagi dijual untuk membayar utang. Kesadaran masyarakat untuk ikut mengamankan bangunan candi sangat diharapkan termasuk juga dari para wisatawan.
Penggalian, penelitian, dan rencana pemugaran terhadap candi-candi atau benda-benda bersejarah lainnya yang baru-baru ini ditemukan tentunya membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Pemugaran bangunan budaya dan kepurbakalaan tidak semudah pembangunan gedung modern. Setiap bentuk bangunan budaya memiliki makna yang khusus dan hal ini tidak dapat diabaikan di dalam pemugaran bangunan kuno tersebut. Oleh sebab itu butuh dukungan dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Upaya membangun kembali sebuah simbol-simbol peradaban yang pernah hilang berarti semakin membuka mata-hati kita tentang sejarah peradaban manusia Indonesia yang kaya dengan ilmu pengetahuan dan budaya. Dengan demikian, kita akan menjadi manusia berbudaya yang mampu menghargai budayanya sendiri sebagai bentuk jati diri dan identitas bangsa yang mandiri.
Akhirnya, kita harus membangkitkan kembali gairah menghargai benda-benda cagar budaya yang bukan hanya menjadi kekayaan masyarakat dan bangsa, melainkan juga menjadi kekayaan ilmu pengetahuan yang akan terus mengungkap fakta-fakta sejarah itu. Menikmati keindahan dan menjaga kelestariannya merupakan salah satu bentuk kepedulian yang sangat berarti. Tentunya peran lembaga yang berkaitan dengan perlindungan benda-benda cagar budaya perlu ditingkatkan dengan memberikan pemahaman, pengertian dan sosialisasi tentang pentingnya menjaga dan melestarikan benda-benda tersebut.
Perlindungan hukum pun harus ditegakkan secara konsisten sehingga tidak terjadi lagi kepincangan-kepincangan hukum yang menyisakan rasa ketidakadilan bagi masyarakat, seperti halnya kasus peledakan Candi Borobudur pada 1983.
***
Tetap menjadi suatu misteri,sekedar tambahan candi Borobudur adalah candi Buddha terbesar di dunia dengan tinggi 34,5 meter dan luas bangunan 123 x 123 meter. Di dirikan di atas sebuah bukit yang terletak kira-kira 40 km di barat daya Yogyakarta, 7 km di selatan Magelang, Jawa Tengah.
Candi Borobudur dibangun oleh Dinasti Sailendra antara tahun 750 dan 842 Masehi. Candi Buddha ini kemungkinan besar ditinggalkan sekitar satu abad setalah dibangun karena pusat kerajaan pada waktu itu berpindah ke Jawa Timur.
Sir Thomas Stanford Raffles menemukan Borobudur pada tahun 1814 dalam kondisi rusak dan memerintahkan supaya situs tersebut dibersihkan dan dipelajari secara menyeluruh. Proyek restorasi Borobudur secara besar-besaran kemudian dimulai dari tahun 1905 sampai tahun 1910 dipimpin oleh Dr. Tb. van Erp. Dengan bantuan dari UNESCO, restorasi kedua untuk menyelamatkan Borobudur dilaksanakan dari bulan Agustus 1913 sampai tahun 1983.
Namun, sampai sekarang Candi Borobudur masih menyimpan sejumlah misteri. Sejumlah misteri itu misalnya, siapa yang merancang Candi Borobudur, berapa jumlah orang dipekerjakan untuk membangun candi tersebut, dari mana saja batu untuk membangun candi ? Filosofi apa yang digunakan untuk membuat candi tersebut ? Tetapi yang pasti candi ini merupakan aset penting bagi Indonesia di mata dunia internasional. Kita harus bangga dan selalu menjaga kelestariannya.
Ikhtisar Waktu Proses Pemugaran Candi Borobudur
Foto pertama Borobudur dari tahun 1873. Bendera Belanda tampak pada stupa utama candi.
Teras tertinggi setelah restorasi Van Erp. Stupa utama memiliki menara dengan chattra (payung) susun tiga.
- 1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
- 1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
- 1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
- 1907 - Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
- 1926 - Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
- 1956 - Pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
- 1963 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
- 1968 - Pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
- 1971 - Pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno. Batu peringatan pemugaran candi Borobudur dengan bantuan UNESCO
- 1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
- 10 Agustus 1973 - Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
- 21 Januari 1985 - terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada Candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali. Serangan dilakukan oleh kelompok Islam ekstrem yang dipimpin Habib Husein Ali Alhabsyi.
- 1991 - Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
INGIN mendatangi salah satu monumen Budha terbesar di dunia? Candi Borobodur adalah tempatnya. Setelah berkunjung, Anda akan memahami mengapa Borobudur memiliki daya tarik bagi pengunjung dan merupakan warisan budaya Indonesia.
Dibangun pada abad ke-9 selama masa kekuasaan Raja Syailendra, bentuk Candi Borobudur memiliki aksitektur Gupta yang mencerminkan pengaruh India. Berdasarkan prasasti Karang tengah dan Kahulunan, sejarawan J.G. de Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram kuno dari dinasti Syailendra bernama Samaratungga dan membangun candi ini sekira 824 M. Bangunan raksasa ini baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.
Diperkirakan, Candi Borobudur awalnya adalah tempat pemujaan. J.G. de Casparis memperkirakan bahwa Bh?mi Sambhara Bhudhara dalam bahasa Sansekerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur. Sebagian sejarawan juga ada yang menyatakan bahwa nama Borobudur ini berasal dari bahasa Sansekerta yaitu "Vihara Buddha Uhr” yang artinya Biara Buddha di bukit.
Candi Borobudur berada di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di puncak bukit yang menghadap ke sawah subur di antara bukit-bukit yang renggang. Cakupan wilayahnya sangat besar, berukuran 123 meter x 123 meter. Candi Borobudur ternyata dibangun di atas sebuah danau purba. Dulu, kawasan tersebut merupakan muara dari berbagai aliran sungai. Karena tertimbun endapan lahar, kemudian menjadi dataran. Pada akhir abad ke-VIII, Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra lantas membangun Candi Borobudur yang dipimpin arsitek bernama Gunadharma hingga selesai pada 746 Saka atau 824 Masehi.
Monumen ini merupakan sebuah arsitektur yang menakjubkan dan terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Borobudur mirip bangunan piramida Cheops di Gizeh Mesir, bedanya terletak pada pola kepunden berundak.
Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m² tersusun dari 55.000 m³ batu, terdiri dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm x 10 cm x 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton.
Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang tersusun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jadi kalau rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya mencapai 3 km.
Memiliki 10 tingkat, di mana tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Sedangkan, tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, tapi sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir. Bagian paling atas di tingkat ke-10 terdapat stupa besar berdiameter 9,90 m, tinggi 7 m.
Arsitektur dan bangunan batu candi ini sungguh tiada bandingannya. Candi dibangun tanpa menggunakan semen. Strukturnya seperti sebuah kesatuan deretan lego yang saling mengukuhkan dan dibuat bersamaan tanpa lem sedikitpun.
Sir Thomas Stanford Raffles menemukan Borobudur pada 1814 dalam kondisi rusak dan memerintahkan supaya situs tersebut dibersihkan dan dipelajari secara menyeluruh. Proyek restorasi Borobudur secara besar-besaran kemudian dimulai dari 1905-1910.
Dengan bantuan dari UNESCO, restorasi kedua untuk menyelamatkan Borobudur dilaksanakan pada Agustus 1913-1983. Candi ini tetap kuat meski selama sepuluh abad tak terpelihara dan ditemukan kembali terkubur di bawah abu vulkanik. Tahun 1970-an Pemerintah Indonesia dan UNESCO bekerja sama untuk mengembalikan keagungan Borobudur. Perbaikan yang dilakukan memakan waktu delapan tahun sampai dengan selesai dan saat ini Borobudur adalah salah satu keajaiban dan harta Indonesia dan dunia yang berharga.
Berbagai disiplin ilmu pengetahuan terlibat dalam usaha rekonstruksi Candi Borobudur yang dilakukan oleh Teodhorus van Erp padaa 1911, Prof Dr C Coremans pada 1956, dan Prof Ir Roosseno pada 1971.
Kita patut menghargai usaha mereka memimpin pemugaran candi mengingat berbagai kendala dan kesulitan yang dihadapi tidaklah mudah. Tahun 1991 akhirnya Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO.
Candi Borobudur dihiasi dengan ukiran-ukiran batu indah pada reliefnya yang mewakili gambaran kehidupan Budha. Para arkeolog menyatakan bahwa candi Borobudur memiliki 1.460 rangkaian relief di sepanjang tembok dan anjungan. Relief ini terlengkap dan terbesar di dunia sehingga nilai seninya tak tertandingi. Pembacaan cerita-cerita relief senantiasa dimulai dan berakhir di pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya. Mulailah pengamatan Anda dari sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbangnya.
Monumen ini adalah tempat suci bagi Sang Budha dan untuk ziarah kaum Budha. Tingkat sepuluh candi melambangkan tiga divisi sistem kosmik agama Budha. Ketika Anda memulai perjalanan mereka melewati dasar candi untuk menuju ke atas, mereka akan melewati tiga tingkatan dari kosmologi Budhis dan hakekatnya merupakan “tiruan” dari alam semesta yang menurut ajaran Budha terdiri atas tiga bagian besar, yaitu (1) Kamadhatu atau dunia keinginan, (2) Rupadhatu atau dunia berbentuk, dan (3) Arupadhatu atau dunia tak berbentuk.
Seluruh monumen itu sendiri menyerupai stupa raksasa, namun dilihat dari atas membentuk sebuah mandala. Stupa besar di puncak candi yang berada 40 meter di atas tanah. Kubah utama ini dikelilingi oleh 72 patung Budha yang berada di dalam stupa yang berlubang.
Lokasi : Dekat Magelang, Jawa Tengah
Kota : Indonesia
Koordinat : 7.608°S 110.20°EKoordinat: 7.608°S 110.20°E
Arsitek : Gunadharma
Penyelesaian : 800 TM
Jenis : stupa dan candi
Keberadaan candi Borobudur ditemukan oleh Gubernur Jenderal Sir Thomas Raffles pada tahun 1814. Saat itu Belanda dan Inggris berperang dan sempat wilayah nusantara dipimpin oleh Inggris. Saat Raffles berkunjung ke Semarang, ia mendapat laporan ada bukit yang penuh dengan relief. Bersama dengan H.C. Cornelius, seorang Belanda, disertai 200 orang dimulailah pembersihan situs berbentuk bukit tersebut.
Tahun 1835 dan seterusnya mulailah tampak wujud sebenarnya bagian atas candi, diteruskan bertahun-tahun hingga dianggap selesai pada tahun 1850-an. Dan pada tahun 1873 seorang artis Belanda, F.C. Wilsen, menerbitkan monograf pertama relief-relief candi Borobudur, hingga kemudian Isidore van Kinsbergen memotret candi tersebut. Namun saat itu status dan struktur candi Borobudur masih diyakini tak stabil.
Awal abad ke-20 dilakukan restorasi besar-besaran oleh Theodoor van Erp, yang bertugas di Magelang, sekaligus tergabung ke dalam Borobudur Commission. Erp melakukan metoda yang disebut anastylosis, yaitu suatu metoda untuk merekonstruksi bangunan tua bersejarah dengan perhitungan, simulasi, disassembly dan disusun kembali dengan bantuan batu, plester, semen untuk menahan struktur dan bagian yang telah hilang. Namun upaya ini kurang sukses karena kurangnya dana, sehingga Erp hanya fokus pada restorasi struktur dan drainase.
Tahun 1973 hingga 1984 UNESCO ikut membantu dalam upaya restorasi dan pendanaan candi ini. Dibongkar lebih lengkap, struktur tanah dan bukit diperkuat, serta kembali batu-batu disusun hingga tampak kemegahannya hingga sekarang. UNESCO pun memasukkannya ke dalam daftar World Heritage Site atau Warisan Dunia UNESCO.
Sumber :http://www.iniunik.web.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar