Jumat, 06 Mei 2011

Jabatan Politik dalam Pemerintahan


Kompas, Kamis, 16 September 2010 | 04:28 WIB

Miftah Thoha
Baru-baru ini Presiden memberitahukan bahwa Kapolri dan Jaksa Agung akan diganti. Dalam pernyataannya Presiden menyatakan bahwa jabatan Kapolri, Panglima TNI, dan Jaksa Agung adalah bukan jabatan politik.
Istilah jabatan politik baru kita kenal setelah era reformasi ini karena banyak jabatan itu berasal dari kekuatan partai politik. Kita belum menjumpai jabatan tersebut diatur oleh ketentuan undang-undang.
Dahulu pada zaman pemerintahan Orde Baru jabatan itu dikenal sampai sekarang dengan istilah jabatan negara, pejabatnya disebut pejabat negara. Ketika itu dalam pemerintahan Orde Baru tidak dikenal jabatan politik. Selain karena Presiden Soeharto tidak menyukai politik, juga disebabkan pejabatnya selalu berasal bukan dari partai politik, tetapi dari Golongan Karya yang bukan partai politik.
Perubahan sistem politik yang terjadi selama pemerintahan reformasi ini tidak cepat direspons oleh pemerintah sekarang sehingga tatanan birokrasi kita tidak jelas mengatur hubungan dan prosedur kerja yang harus dijalankan mengenai jabatan politik ini. Benarkah Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung bukan jabatan politik? Mengapa selama ini pengangkatan jabatan-jabatan itu harus diuji kelayakan oleh DPR sebagai lembaga politik?

Hal-hal semacam ini yang tidak jelas prosedur kerjanya yang harus dilakukan dalam menata jabatan-jabatan politik dalam sistem birokrasi pemerintahan kita.
Jabatan karier
Menurut lazimnya di dalam negara demokrasi, Panglima TNI adalah jabatan karier di bidang militer, demikian pula Kapolri adalah jabatan karier kepolisian. Kedua jabatan itu sama statusnya sebagai jabatan karier seperti sebutan untuk pegawai negeri sipil (PNS) mulai dari pejabat karier eselon satu sampai ke bawah.
Perekrutan dan promosinya harus dijauhkan dari suasana dan arena politik yang secara melembaga diwakili oleh lembaga politik DPR. Pengangkatan dan promosinya berada di wilayah pemegang kekuasaan penyelenggara pemerintah, yakni Presiden, bukan berada di wilayah pemegang kekuasaan perundang-undangan atau politik.
Panglima TNI dan Kapolri adalah pembantu Presiden, baik sebagai Kepala Negara maupun Kepala Pemerintahan. Oleh karena itu, seharusnya pengangkatan dan promosinya berada di dalam keputusan Presiden dan tidak perlu dibawa dan dimintakan persetujuan atau diuji kelayakan oleh DPR. Kedua jabatan ini, baik Panglima TNI maupun Kapolri, sama dengan jabatan karier dibatasi dengan usia pensiun, jika telah sampai umur pensiun diganti.
Justru yang seharusnya diuji kelayakan oleh DPR adalah pejabat politik seperti para menteri. Sebelum dilantik oleh Presiden dimintakan persetujuan politik oleh DPR seperti di negara-negara parlementer. Jabatan politik atau jabatan negara tidak dibatasi oleh usia pensiun, kecuali ada undang-undang yang mengatur batasan usia pensiunnya.
Jaksa Agung
Kedudukan Jaksa Agung kelazimannya, semenjak pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, selalu berada di lingkungan kabinet. Demikian juga selama pemerintahan era reformasi. Kedudukan seperti ini menjadikan Jaksa Agung sebagai anggota kabinet, baik sederajat atau disamakan dengan kedudukan menteri atau bahkan diberi sebutan menteri. Oleh karena itu, jabatan Jaksa Agung bukan jabatan karier, melainkan jabatan politik atau jabatan negara atau pejabat negara.
Orang yang menduduki jabatan Jaksa Agung berasal dari arena politik, bisa juga berasal dari pejabat karier, tetapi jika menduduki jabatan negara atau politik, tidak terikat oleh usia pensiun sebagai jaksa karier. Promosi dan pengangkatan jabatan Jaksa Agung melibatkan lembaga politik dan wakil rakyat DPR. Biasanya pengangkatan jabatan Jaksa Agung selalu berkaitan dengan terbentuknya kabinet baru yang diangkat oleh Presiden.
Ketika Kabinet Pembangunan IV dibentuk oleh Presiden Soeharto dengan satu Surat Keputusan No 45/M Tahun 1983 tanggal 16 Maret 1983, Jaksa Agung menjadi anggota kabinet. Demikian seterusnya sampai kabinet SBY-JK dengan surat Keputusan Presiden RI No 187/M Tahun 2004 dan Keputusan Presiden RI No 188/M Tahun 2004 dengan masa bakti 22 Oktober 2004 sampai dengan Oktober 2009 Jaksa Agung masuk dalam susunan kabinet.
Jadi Jaksa Agung bukan jabatan karier, melainkan jabatan negara atau pejabat negara yang sekarang ini dikenal juga sebagai jabatan politik. Di negara sistem presidensial seperti Amerika Serikat, Jaksa Agung masuk dalam susunan kabinet Presiden, diangkat dan dimintakan persetujuan Kongres bersamaan dengan pengangkatan dan persetujuan para menterinya.
Agar supaya lebih jelas tatanan administrasi negara kita pada masa-masa yang akan datang, perlu dalam rangka reformasi birokrasi—yang grand design dan road map-nya telah disiapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi—diatur tatanan kerja jabatan politik, jabatan negara, dan jabatan karier.
Miftah Thoha Guru Besar Magister Administrasi Publik UGM

Tidak ada komentar: