Kompas, Sabtu, 2 Oktober 2010 | 03:23 WIB
AP PHOTO/DOLORES OCHOA
Presiden Ekuador Rafael Correa mengenakan masker gas. Correa terjebak di tengah para polisi yang marah di markas kepolisian di Quito, Ekuador, Kamis (30/9). Negara dinyatakan dalam keadaan darurat setelah kejadian itu.
Quito, Jumat - Ratusan polisi Ekuador menyerang Presiden Rafael Correa dengan tembakan gas air mata di ibu kota Quito, Kamis (30/9). Setelah terjebak di Rumah Sakit Polisi Nasional, Correa dapat diselamatkan dari amukan polisi yang mengepungnya selama 12 jam.
Correa akhirnya dapat dievakuasi kembali ke Istana Presiden oleh tentara dan pasukan elite. Selama 12 jam pengepungan, berlangsung pula bentrok antara polisi dan pendukung Correa serta pasukan pembebas. Akibatnya, dua polisi tewas dan 37 orang cedera.
Penyerangan dipicu kegelisahan terhadap rencana pemerintah memotong gaji dan bonus polisi. Menurut polisi, gaji sudah terlalu kecil untuk dipotong. Massa mengawali protes dengan menduduki barak-barak di Quito, Guayaquil, dan Cuenca.
Presiden mendatangi barak polisi di Quito untuk menenangkan massa pengunjuk rasa. Dia mengatakan, ”Jika kalian ingin membunuh Presiden, dia ada di sini. Bunuh dia jika kalian mau. Bunuh dia jika kalian berani, bukannya malah bersembunyi di balik kerumunan.”
Para polisi langsung emosional, kemudian berteriak kencang dan bergerak ke arah Correa. Kepala negara berhaluan sosialis itu langsung hengkang menjauhi lokasi ketika bentrokan pecah antara massa pemrotes dan pasukan pengaman. Namun, tembakan gas air mata meletus di dekatnya.
Asap gas mengepul. Tidak ada laporan resmi apakah tembakan gas air mata mengenai Presiden. Namun, Presiden segera diangkut dengan tandu ke Rumah Sakit Polisi Nasional. Massa polisi terus mengejar ke rumah sakit. Bentrokan tidak terhindarkan saat Presiden dievakuasi keluar dari rumah sakit.
Sebagian polisi membakar ban dan menutup jalan-jalan. Sebagian lain mengambil alih bandar udara internasional Ekuador, menyerbu sejumlah kantor pemerintah dan kantor kongres. Bandar udara direbut kembali oleh 150 tentara walau penerbangan masih terganggu.
Didukung oposisi
Correa menuding aksi polisi itu didukung oposisi yang berusaha mengudetanya. Belum jelas apakah ada upaya kudeta itu.
Posisi Correa memang rawan sejak terpilih menjadi presiden tahun 2006.
Pemerintah langsung mengumumkan negara dalam keadaan darurat. Negara menugasi militer mengendalikan situasi. Komandan Angkatan Bersenjata Jenderal Ernesto Gonzalez menyatakan militer tetap loyal kepada Correa. Sementara Komandan Polisi Ekuador Jenderal Freddy Martinez mengundurkan diri.
Pemimpin Uni Eropa, Amerika Serikat, Peru, Venezuela, dan negara-negara anggota Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) menyatakan siap mendukung Correa. Peru dan Kolombia menutup akses di perbatasan Ekuador sebagai bentuk solidaritas terhadap Correa untuk mencegah pelarian polisi.
(AFP/AP/REUTERS/CAL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar